Sebuah laporan dari analis di QuiltSpace mengatakan sistem broadband satelit Starlink milik Elon Musk kehilangan bisnis dengan maskapai penerbangan, yang dengan cepat mengadopsi transmisi satelit untuk menyediakan layanan komunikasi dan hiburan dalam penerbangan.
Quilty memuji Starlink karena menghantam industri pelayaran “seperti tsunami” dan melahap kapal pesiar, yacht, dan kapal komersial dengan kecepatan sedemikian rupa sehingga para pesaing harus beradaptasi atau mati. Namun Quilty mengatakan: “Namun, di bidang penerbangan, Starlink tidak lepas landas dengan mudah.”
Quilty menyampaikan komentar tersebut dalam wawancara baru-baru ini dengan para pemimpin industri penerbangan, yang masing-masing telah mengevaluasi Starlink dan menganggapnya kurang. Quilty mengatakan bahwa dalam kasus Starlink, tanggapannya “hangat-hangat.” Tidak ada yang memilih Starlink, malah memilih penyedia lain seperti Viasat, Anuvu dan Intelsat/OneWeb. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Starlink tidak menguasai langit seperti halnya menguasai lautan?
“Tiga alasan muncul dari wawancara ini dan pengalaman penyedia konektivitas dalam penerbangan lainnya,” kata Quilty.
Yang pertama adalah “Antena IFC Starlink tidak berhasil. Banyak maskapai penerbangan telah menyatakan harapan mereka akan antena yang dikontrol secara elektronik lebih baik, dan kemunculan Starlink belum menyelesaikan masalah ini. CEO Gogo Oakleigh Thorne mengatakan bahwa antena penerbangan Starlink pada dasarnya adalah antena konsumen yang dimodifikasi tidak bisa tahan terhadap kondisi ekstrim lingkungan udara.
Keluhan kedua adalah bahwa broadband pesawat Starlink tidak memungkinkan maskapai penerbangan memasukkan “halaman arahan” mereka sendiri, yang memungkinkan penjualan layanan lain. “Menurut AeroMexico, Starlink Wi-Fi menghubungkan penumpang langsung ke Web tanpa mengharuskan maskapai penerbangan menyediakan halaman arahan atau cara lain untuk berinteraksi dengan pelanggan. Maskapai penerbangan tidak menyukai hal ini karena membatasi kemampuan untuk menjual barang dan jasa lainnya , ” kata Quilty.
Keberatan ketiga adalah Starlink tidak mau atau tidak mampu memberikan perjanjian tingkat layanan (SLA) atau tingkat informasi berkomitmen (CIR) yang dibutuhkan oleh pengguna komunikasi satelit berkualitas tinggi.
Quilty mengonfirmasi sejumlah maskapai penerbangan telah memilih Starlink, termasuk Hawaiian Airways, Zipair Jepang, AirBaltic Latvia, dan Qatar Airways, yang semuanya menggunakan Starlink.
Quilty mengakui bahwa ada ruang, “terutama diciptakan oleh Starlink sendiri agar penyedia layanan IFC lainnya dapat memiliki ruang mereka sendiri.”